hari ini saya mau bercerita tentang keluarga saya.
Apabila diurutkan sampai 3 generasi diatas saya, saya memiliki
perecampuran darah yang sedikit tidak biasa. Dari pihak Ayah, Oma saya berasal
dari Negeri Ema (di Pulau Ambon) Fam* Sahulata dan Opa Fam* Nendissa berasal
dati Titawaai (Pulau Nusa Laut) kediaman Ihamahu (di Pulau Saparua). Generasi
diatas Opa dan Oma, dari pihak Ayah saya kurang paham dan akan saya pelajari
kemudian :)
Dari pihak Ibu, Oma berasal dari Ngefuit, Kei Besar-Maluku
Tenggara fam Rahanra dan Opa berasal dari Siri-Sori Sarani (P. Saparua) yang
berkediaman di Makasar Sulawesi Selatan.
1 Generasi diatas dari pihak Oma (Uyut) yang laki-laki yang
biasanya dipanggil Oyang Dan adalah seorang Pendeta yang tentu saja fam
Rahanra dari Ngefuit karena kita menganut paham Patrilinear dan (Uyut) yang
perempuan biasanya dipanggil Oyang Dik Retraubun.
1 Generasi diatas dari pihak Opa (uyut) yang laki-laki tentu saja
fam Tutuhatunewa, dan (uyut) yang Perempuan bernama Oyang Jo Latupeirissa. Yang
unuk adalah Uyut dari pihak Opa ini adalah anak angkat keluarga tersebut.
Uyut bernama Johanna Caroina Latupeirissa Ini merupakan seorang anak ACEH asli.
Ya! Orang Aceh. Dulu saat perang, banyak tentara asal Maluku yang ikut
berperang di Aceh. Uyut Jo Adalah salah satu anak yang orangtuanya terbunuh
dalam perang sehingga belaiu diambil dan diasuh oleh keluarga seorang veteran
bermarga Latuperissa. Uyut pun pindah ke Makasar tempat veteran ini dan
keluarganya berada.
Kalian tau, walaupun salah satu Uyut dari Aceh, namun kami tidak
tau apa-apa tentang Aceh. Menginjak Aceh pun baru terlaksana saat saya sudah
bekerja di Jakarta. Satu-satunya penghubung kami dengan Aceh adalah 3 rencong
yang dimiliki Uyut yang sudah terkubur bersama dengan beliau.
Pict by quotesgram.com |
Dari pihak Ayah yang tak terlupakan adalah cerita-cerita tentang
Nenek Moyang keluarga Nendissa yang bernama HAYAKA. Berbagai cerita biasa
didengar dari anak cucu berdarah Nendissa. Moyang Hayaka ini adalah seorang tua
yang memakai topi tinggi dengan memegang Obor. Lambang api ini sering
diasosiaikan dengan orang yang emosian (ada pantas kata ruk-ruk hehehehe).
Konon, apabila kami dibuat tersinggung oleh orang, maka cukup dengan membaca
beberapa kapata (mantera) dan menunjuk rumah orang itu maka rumah orang itu
akan tersulut api mulai dari bumbungannya atau titik tengah rumah sehingga
sulit untuk dipadamkan.
Dari pihak Ibu, yang sangat berkesan adalah cerita-cerita dan adat
istiadat yang kental dari Oma. Oma yang asli Ngefuit, mempunyai kebiasaan dan
adat yang luar biasa. Bagi orang Kei, sepupu dengan jarak 3-5 generasi masih
termasuk dalam lingkaran keluarga dekat, dan itu membuat saya banyak tidak
kenal saudara-saudara Oma yang jumlahnya bisa… bisa hitung aja sendiri kali yah J.
Kebanyakan dari keluarga Oma, walaupun seumur dengan Ibu saya atau dibawah Ibu
saya, pangkat mereka berbeda. Kebanyakan pangkat mereka adalah paman atau bibi
bahasa kerennya Oom atau Tante. Nah untuk generasi saya pun tak ada bedanya.
Saya punya pangkat Oom yang lahir tahun 2012! Dan punya pangkat Oma yang lulus
SMA se-angkatan kakak perempuan saya yang hanya berjarak 2 thn dari saya.
Untuk orang Kei hanya ada 2 hal yang dapat memicu kemarahan mereka
(yang saya tau). Pertama Batas tanah dan yang kedua adalah saudara
perempuannya. Tak heran Oma dan Ibu saya serta adik-adik Ibu sangat dilindungi
oleh Paman-pamannya.
Untuk saya, keluarga besar itu penting. Penting untuk mengerti dari mana akar darah kamu berasal. Kadangkala saya terlalu ignoran dengan hal ini. Kenapa? kadang saking terlalu banyak saudara, penjelasan panjang saat mood sedang berantakan membuat saya hanya mendengar saja tanpa menyimak.
Kadang, karena kelakuan beberapa orang saudara yang menganggap remeh karena mereka hidup di kota besarpun buat telinga jengah dan hati panas sehingga saya malas untuk menggali bagaimana kami bisa ada hubungan saudara.