Tuesday, 19 January 2016

TRAVELING dan SAYA (2016) REST IN LOVE Papa Otto

Sebagai seorang karyawan, hampir sama dengan semua cita-cita yang trend belakangan ini adalah traveling. Rasanya kalau belum jalan-jalan piknik dan berfoto ala traveler sejati di gunung atau pantai adalah sebuah kewajiban saat liburan (atau cuti yang dipaksakan). 

Buat saya, traveling gak hanya liburan. Bahkan saat ada pekerjaan yang mewajibkan untuk ke luar kota, buat saya itu bagian dari traveling saya. Semuanya adalah petualangan. Di tahun 2015, Perjalanan yang paling epic adalah ketika saya pulang untuk menghadiri pernikahan adik saya, kemudian piknik ke Ora Beach and Eco Resort, singgah di Masohi lalu berwisata ke Singapura dan Malaysia (ssshhhooommbboongnyaaaaa). Namun, perjalanan saya ke Bandung diawal Oktober juga adalah bagian dari traveling buat saya.


2016

Tahun ini dibuka dengan perjalanan saya ke Surabaya nanti sore. Bukan untuk bersenang-senang, tapi dalam keadaan berduka. Apakah ini bagian dari traveling saya? YA. Ini bagian dari traveling saya. Hanya saja, ini bukan perjalanan yang menyenangkan. 

Paman saya adalah seorang perwira TNI - AL. Badannya tidak terlalu tinggi namun tegap dengan pengalaman menjadi pelaut di berbagai kapal perang Indonesia. Saking cintanya dengan pekerjaannya menjadi pelaut, seorang anaknya pun diberi  nama kapal perang pada jaman itu. 

Saat terjadi kerusuhan SARA di Ambon yang pecah di 19 Januari 1999, di tahun 2000 Paman saya termasuk dalam sebuah tim yang dinamakan TIM-14 yang terdiri dari perwira-perwira terbaik asal Maluku untuk menjembatani perdamaian di Ambon. Saya ingat, ketika terjadi insiden di sekolah saya, saya bercerita pada beliau. Besoknya, beliau dan salah satu anggota TIM-14 datang ke sekolah saya, lalu membicarakan tentang toleransi dan perdamaian. Saya sangat bangga pada saat itu. Bukan hanya karena paman saya menjadi anggota TIM-14 tapi saat itu, paman saya memuji tindakan berani saya di depan kepala sekolah saya. Beliau adalah kebanggaan keluarga kami. Lazimnya dalam keluarga besar, pasti banyak gesekan disana sini. Namun yang paling tidak pernah berkomentar adalah paman saya ini. Dia tidak ingin memperkeruh suasana. 

Sosok kerasnya memang sudah ada sejak muda. Bukan hanya saat beliau masuk TNI. Beliau adalah anak pertama dalam keluarga ayah saya. 

Saat saya SMA kelas 2, saya sempat bersekolah di SMU 1 SDA di Sidoarjo. Ikut siapa? ya ikut keluarga beliau. Padahal saat itu beliau masih aktif di Mabes TNI-AL. Itulah pertama kali saya belajar untuk menjadi perantau yang tinggal berjauhan dengan Papa dan Mama. Saya angat bersyukur, dengan pengalaman waktu SMA ini mempersiapkan saya saat saya merantau dalam arti sesungguhnya setelah lulus SMA.

Paman saya tidak banyak bicara, namun pada saat ia berbicara, maka saya akan merasakan kasihnya. Awalnya rasanya seram mau berbicara dengan beliau kalau pertama bertemu. Ada kata-kata favoritnya yang selalu digunakan saat dia berbicara "Apa Smua" ini sudah menjadi ciri khas beliau. Tanyakan pada semua orang yang mengenal beliau. Dari rekan kerja, kerabat, keluarga, kolega semua akan berkata hal yang sama!

Selamat jalan Papa Otto Nendissa.... sampai bertemu di sorga kelak dengan "apa smua" keluarga dan sahabat, terutama selamat bersatu kembali dengan Mama Atiek di sana, 
Jangan khawatir, kak Hans dan keluarga, kak Nus dan keluarga pasti baik-baik saja! 

Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan!

Rest in Love Papa Otto F. Nendissa (18 Januari 2016)